Salah satu hal yang menarik untuk dideskripsikan dari Malaysia adalah sistem pendidikan sekolah menengah yang berjalan di sana. Bagi mereka yang hidup di negara-negara persemakmuran Inggris,tentu tidak heran dengan sistem pendidikan yang berlaku di Malaysia. Namun bagi kita-kita masyarakat yang tidak menganut sistem British, maka hal ini menjadi sesuatu yang baru sekaligus memunculkan perbedaan peluang dan tantangan.

Sistem Belajar

Di Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur (WPKL) terdapat lebih dari 40 Sekolah Menengah Kebangsaan yang disingkat SMK (sama dengan SMA Negeri di Indonesia). Identitas sekolah bukan menggunakan angka sebagaimana di Indonesia, melainkan menggunakan NAMA. Nama dipilih bisa berdasarkan tempat sekolahnya berada, bisa pula karena faktor-faktor lainnya. Beberapa sekolah yang menjadi favorit alias terbaik dari kaumnya antara lain adalah SMK Aminuddin Baki, SMK Seri Bintang Utara, SMK Seri Bintang Selatan, SMK Kepong Baru SMS (Sekolah Menengah Sains) Alam Shah dan SMT (Sekolah Menengah Teknik) KL. Sekolah ini dikatakan terbaik karena syarat kemasukannya minimal adalah 6A.

Apakah 6A itu? Bagi mereka pecinta novel serial Harry Potter tentu akan mudah mengenalinya.

Di Malaysia sistem penilaian hasil belajar beda dengan Indonesia. Indonesia menggunakan sistem Danem dimana Nilai Danem adalah Akumulasi dari hasil UN seluruh mata pelajaran. Hasilnya ditampilkan berupa angka. Syarat kemasukan ke sekolah lanjutan dilihat dari total danem seperti misalnya 24.35, 21.40, dan sebagainya.

Berbeda dengannya, sistem pendidikan Malaysia menggunakan sistem British. Kalau kita pernah tahu sistem penilaian Sekolah Sihir Hogwarts, macam itulah penilaian sekolah disini. Nilai mata pelajaran ditampilkan berupa Outstanding, Acceptable, Poor, Troll (ini kalau di Hogwarts, hehehe). Intinya, ditampilkan berupa huruf A, B, C, D, dst yang masing-masing huruf ada range nilainya. Ranking didasarkan kepada ‘Berapa huruf A/B yang bisa diraih dari seluruh mata pelajaran yang diujikan?’

SMK Aminuddin Baki mensyaratkan minimal 7A (dari total 8 mata pelajaran yang diujikan). SMT KL mensyaratkan minimal 6A. Demikian pula dengan SBU & SBS.

Sistem pengambilan mata pelajaran pun beda dengan Indonesia. Kalau di Indonesia, SMP 3 tahun, lulus, lantas milih ke SMA/SMK. Yang di SMA, pas kelas 2 baru milih IPA/IPS, yang di SMK sejak awal udah harus milih jurusan. Baik SMK atau SMK semuanya dilalui selama 3 tahun lagi. Jadi total waktu untuk secondary school adalah 6 tahun.

Di sini, habis SD langsung Sekolah Menengah selama 5 tahun. Setelah belajar selama 3 tahun pertama diadakan ujian PMR (Peperiksaan Menengah Rendah, macam UN waktu SMP di Indonesia). Setelah itu, siswa boleh memilih meneruskan di sekolah itu atau melanjutkan Tingkat 4 & 5 di sekolah yang lain. Pemilihan ini bisa didasarkan pada prestasi bisa pula berdasarkan minat. Anak-anak SMT KL yang saya wawancara menyatakan bahwa mereka 3 tahun sekolah di SMK Pandan Jaya, kemudian setelah itu melanjutkan ke SMT KL karena minat pada bidang kejuruteraan (Engineering). Selain juga karena SMTKL adalah sekolah teknik terbaik di KL. Meskipun minat bidang kejuruteraan, tapi jika nilainya kurang dari 6A maka tidak bisa masuk ke SMTKL.

Ketika di SMK sejak kelas 1 s/d 3, siswa diberikan kebebasan memilih mata pelajaran, macam kalau kuliah. Ada pelajaran-pelajaran wajib & ada pelajaran elektif. Pengarahan untuk masuk SMT atau SMK dilakukan berdasarkan hasil PMR mereka. Contohnya anak SMT KL ini, selain mata pelajaran wajib, mereka mengambil mata pelajaran elektif dalam hal teknik (kejuruteraan) semasa di Pandan Jaya. Bagi yang tidak mengambil mata pelajaran teknik tentu tidak bisa mendaftar di SMTKL. Itulah sebabnya peran dari pengarahan guru dan orang tua murid menjadi sangat besar untuk menentukan bidang studi waktu di sekolah. Hal ini beda dengan Indonesia yang seperti dipukul rata seluruh mata pelajaran adalah wajib diambil dan akan diujikan seluruhnya.

Pokoknya, abstraksi tentang sistem pendidikan ini akan menjadi sangat mudah kalau kita ingat-ingat kembali sistem belajar di Hogwarts. Seperti Hermione yang mengambil mata pelajaran Rune Kuno, sedangkan Ron & Harry tidak ambil. Persis itu lah. Ambil atau tidak biasanya didasarkan pada minat & cita-cita pendidikan yang akan diambil setelah dari SMK. Ron & Harry tidak ambil Rune Kuno karena itu bukan menjadi syarat untuk menjadi seorang Auror.

Selain masalah penilaian, perbedaan juga ada pada masalah sistem tempat tinggal murid. Sekolah-sekolah yang terbaik selalu menggunakan sistem asrama. Ini dijalankan oleh SMK Aminuddin Baki, SMK SBU & SMT KL. Hal ini membuat sebagian besar siswa tinggal di asrama & hanya sedikit yang pulang ke rumah. Yang tinggal di asrama ini baik siswa yang tempat tinggalnya jauh maupun yang memiliki prestasi bagus. Bahkan SMS Alam Shah adalah sekolah yang seluruh siswanya harus tinggal di asrama.

Siswa yang tinggal di asrama tidak dibenarkan keluar dari lingkungan sekolah, karena seluruh keperluan seperti makan, laundry, kantin, dsb disediakan di dalam kompleks sekolah. Mereka hanya dibolehkan keluar untuk pulang ke rumah yakni 3 minggu sekali. Bahkan di hari libur pun siswa di dalam asrama pasti terlibat dalam kegiatan di internal sekolah yang cukup tinggi. Pengurus Persatuan Pelajar alias Organisasi Siswa Intra Sekolah dipilih dari anak-anak yang tinggal di asrama. Kalau kita mau mewawancara mereka, maka kita harus masuk ke sekolah dengan ijin legal-formal tertentu.

Hal lain yang ada disini dan tidak ada di Indonesia adalah Pengawas Sekolah. Pengawas Sekolah dipilih dari siswa yang berprestasi baik secara akademik maupun non-akademik, atau karena pertimbangan tertentu dari guru. Tapi yang berprestasi pasti dipilih jadi Pengawas. Kalau di Hogwarts disebut sebagai Prefek. Warna seragam mereka dibedakan dari warna seragam siswa umum. Jadi bisa langsung ketahuan anak yang warna seragamnya beda pastilah Pengawas dan pasti siswa yang berprestasi di sekolah.

Celakanya, di sekolah-sekolah yang terbaik, para Pengawas ini pasti tinggal di asrama & pasti mengikut sistem & mekanisme hidup asrama seperti digambarkan di atas. Selain itu, pengawas ini juga akan selalu berkoordinasi dengan guru tentang teman-teman mereka, macam-macam pelanggaran, hal yang mencurigakan, dsb. Wis, pokoknya ya Prefek itu lah.

Jadi, secara umum, hampir seluruh sistem disini benar-benar plek ma sistemnya BRITISH. Maklum ya, kan negara persemakmurannya British.

Organisasi Islam di sekolah

Kalau di Indonesia ada SKI, di sini ada yang namanya Persatuan Pelajar Islam (PPI). PPI ini sifatnya wajib bagi seluruh siswa muslim. Tapi aktiviti yang dijalankan biasanya hanya sebatas Pembacaan Yasin & Tahlil, Peringatan Hari Besar Islam, dsb. Aktiviti kajian-kajian Islam biasanya dilakukan oleh anak-anak yang tinggal di asrama berupa halaqah kecil-kecil.

Nah, isi kajiannya antara lain tadarus al-Quran, kajian manhaj, sirah tokoh, kajian fiqh dan akhbar alam Islam. Kajian ini diisi oleh anak-anak pelajar yang Tingkatan 5. Bahan-bahan mereka dapatkan dari internet maupun dari pengalaman mereka ketika dulu diajar oleh kakak senior mereka. Jadi semacam keturunan. Kakak Tingkatan 5 mengajar ke tingkatan 4. Nanti yang Tingkatan 5 lulus, posisinya digantikan oleh Tingkatan 4 yang naik kelas. Begitu seterusnya. Pertanyaannya, lha kakak yang awal-awal dapat materi kajian dari mana?

Di sinilah organisasi Islam di luar sekolah berperan. Ada beberapa organisasi Islam di Malaysia yang bergerak ke kalangan pelajar dengan jalan informal. Cara gerak mereka menggunakan jalan seperti di atas. Terkadang alumni-alumni datang ke sekolah untuk dialog a.k.a control kepada adik-adiknya. Namun, pas saya tanya, mereka tidak menyebutkan merk organisasi mereka. Yang pasti, anak-anak yang lulus dan kemudian melanjutkan ke perguruan tinggi akan tetap menjalan kajian tersebut di perguruan tinggi mereka dengan model dan isi kajian yang seperti di atas.

Tidak semua sekolah ada PPI-nya. Sekolah-sekolah dengan jumlah siswa muslim yang sangat sedikit, atau sekolah yang ‘tidak memiliki ustaz’ tidak bisa mendirikan PPI. Biasanya ini terjadi pada sekolah yang grade menengah atau ke bawah, atau sekolah grade tinggi tapi didominasi etnis Cina.

Dari keseluruhan kondisi ini tentu ada perbedaan peluang dan tantangan dengan yang dihadapi ketika di Indonesia. Baik tantangan bahasa, kesempatan bertemu dengan pelajar, persaingan organisasi Islam, dan sebagainya. Insya Allah di postingan yang selainnya akan diceritakan lebih banyak lagi. Semoga.