Selama seminggu kemarin saya masih berkutat dengan calon-calon obyek dakwah, baik yang pelajar maupun mahasiswa. Sekaligus baru terasa susahnya mendapatkan obyek dakwah. Dari sekian kali ketemu, kenalan, dialog sekilas dan juga diskusi, sulit sekali untuk langsung bisa mendapatkan respon yang benar-benar sesuai harapan ideal. Posting kali ini adalah gambaran proses selama seminggu ini saya mencoba berinteraksi dengan kalangan mahasiswa. Untuk kalangan pelajar, saya tulis di lain postingan.
Pas hari Jum’at saya sengaja Sholat Jum’at di masjid Universiti Malaya (UM). Univ ini dikenal sebagai universitas terbaik di Malaysia. Hari Jum’at begini mestilah banyak mahasiswa di sana. Targetnya bisa dapat kenalan. Untung-untung bisa ngajak diskusi sekalian. Saya menjadikan Kajian Islam Ilmiah tentang Thailand Selatan sebagai pintu masuk diskusi saya. Kebetulan kemarin hari pernah diadakan kajian itu disana tapi saya tidak hadir.
Setelah Jumatan, di luar masjid ada suara mahasiswa teriak-teriak. Ternyata itu adalah suara sang ketua SKI-UM yang sedang orasi. Dia mengajak orang-orang untuk turut serta minggu depan unjuk rasa ke Departemen Luar Negeri Kerajaan Malaysia, menyampaikan tuntutan kepada Kerajaan Thailand untuk mengusut masalah penembakan umat Islam di Thailand Selatan itu.
Setelah hiruk pikuk orasi itu selesai, saya mendekati salah seorang yang tampaknya pelajar. Ternyata dia pelajar pre-universiti di UM, bukan anggota SKI dan tak tahu apa-apa tentang isu Thailand Selatan itu. Kebetulan sekali, pas saya ngobrol dengan dia, di sebelah kita ada seorang pengurus SKI-nya. Langsung saya kenalan dan saya minta dijelaskan tentang hasil Kajian Ilmiah tentang Thailand itu.
Setelah dia menjelaskan kepada saya duduk perkara persoalan Thailand dan pemecahan yang dihasilkan dari forum kemarin (yaitu unjuk rasa itu), lantas saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memancing mencari persoalan yang lebih substansi dari itu yang membuat Islam menjadi mundur, terbelakang dan mudah dijajah oleh orang-orang kafir. Terjadilah diskusi di antara kita. Intinya kan saya arahkan bahwa persoalannya adalah keimanan dan keislaman masyarakat yang berdasarkan pada doktrin dan tradisi, tanpa didasarkan pada pengetahuan ilmiah.
Dia sepakat bahwa umat Islam harus berpengetahuan ilmiah. Tapi tetap harus dipisahkan. Ada hal-hal tertentu yang itu menggunakan pengetahuan, dan ada hal-hal yang itu adalah masalah ketaatan mutlak kepada syariat Allah. Dia pake contoh makan babi. Dia berkata: Apakah kalau sudah ditemukan penjelasan ilmiah serta ditemukan berbagai teknik untuk mengelolanya sehingga menghilangkan racun-racun pada daging babi, maka itu menjadi halal?
Tentu saya tak langsung jawab masalah ini. Takut terjebak hal parsial padahal masalah sesungguhnya adalah lebih besar, yakni: Keimanan pada Islam tanpa pendasaran ilmiah.
Diskusi ini berlangsung cukup seru. Dia pake ayat, saya pula pake ayat. Dia pake contoh-contoh semacam babi di atas, saya pake pula analogi-analogi. Tak lupa juga saya menggunakan dalil sejarah Rasulullah dan para sahabat untuk mendukung argumentasi saya.
Jujur, saya lebih menikmati dakwah ke anak mahasiswa daripada ke anak pelajar, hehehehe…… Tantangan pemikirannya lebih terasa. Tidak perlu bingung dengan masalah kecurigaan.
Dalam diskusi itu, dia banyak menyampaikan sepakat dengan ide-ide yang saya utarakan. Tentu ini membuat saya menjadi bersemangat. Dengan demikian, saya sampaikan bahwa kita butuh kajian Islam yang membangun keberislaman seseorang atas dasar pengetahuan ilmiah, bukan semata doktrin. Saya menawarkan untuk kita mengadakan kajian semacam itu. Apalagi setelah itu dia juga meminta nomor HP saya dan memberikan nomor HP-nya dia. Dan dia bilang, kalau saya ke masjid ini lagi dia minta diberi tau. Semakin girang hati ini.
Setelah diskusi cukup lama, baru akhirnya kita ngobrol-ngobrol tentang hal lain-lain. Dan, ternyata eh ternyata……………. Saya baru tahu di akhir-akhir bahwa DIA BUKAN TIPE PASAR YANG PROSPEK. Karena dia adalah mahasiswa tahun terakhir di Program Studi FIQH & SYARIAH yang tahun depan akan lulus, sekaligus dia adalah WAKIL PRESIDEN SKI-UM ini.
Ya Allah…………
Saya langsung ingat dengan tulisan di buku PSDT bahwa mahasiswa macam inilah yang memiliki semacam kesombongan karena merasa lebih tahu Fiqh, Bahasa Arab dan hafal AQ. Yang semula saya merasa berbesar hati, akhirnya menjadi kecut kembali. Meskipun, ketika saya pulang kita sempat ber-SMS-an dan dia sempat menyampaikan: Mungkin lain kali kita selenggarakan intellectual discourse tentang masalah2 umat Islam saat ini.
Entah bahasa saya yang terlalu implisit atau dia yang masih belum merasa butuh, maka perbincangan itu belum lagi berkelanjutan. Mungkin besok-besok akan saya kejar.
Usaha berikutnya adalah ke mahasiswa yang lain di hari Minggu. Saat itu, karena semua sekolah pastilah libur, maka saya ke masjid UM lagi, siapa tau ada mahasiswa keleleran. Sesampai di sana, ternyata ada 4 orang ikhwan yang sedang ngumpul bareng sambil bawa AQ masing2. Wah, ini dia nih…… Akhirnya saya putuskan bergabung ke dalamnya sambil meminjam AQ dari masjid itu.
Ternyata mereka tadarus, membaca ayat, sambil salah seorang dari keempatnya menjelaskan makna dari ayat itu seperti apa. Saya lihat terus, di situ ada kertas semacam ‘laporan kajian hari ini’. Ada 6 Sesi: Tadarus, Kajian Manhaj, Sirah Tokoh, Akhbar Alam Islam, dsb. Uniknya, satu persatu dari 4 orang itu bergantian menyampaikan. Sesi Tadarus dipimpin si A, Sesi Akhbar Alam Islam disampaikan si B, dst. Meskipun demikian, saya seperti merasakan kesan bahwa ada 1 orang instruktur, 1 orang moderator dan 2 orang obyek. Dari sini saya mentargetkan untuk mendapatkan simpati pemikiran dari 2 orang yang saya asumsikan sebagai obyek itu.
Nah, sejak masih Sesi I (Tadarus), saya sudah mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk membawa pengajian ini sesuai dengan yang saya inginkan. Mula-mula saya ikuti dulu kajian tadarusnya mereka. Ketika akhirnya masuk ke ayat tentang Taqwa, dan si ‘Instruktur’ menyampaikan Taqwa itu sebagai persoalan utama pribadi muslim, maka saya mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Intinya, saya arahkan kajian itu untuk mengamati masalah riil umat. Apa benar pokok persoalannya adalah karena tak ada Taqwa pada diri umat Islam?
Setiap saya menggunakan pertanyaan dan penjelasan rasional, si Instruktur (dan dibantu dengan si Moderator) menjawab dengan menggunakan ayat ini dan ayat itu. Yang intinya ayat-ayat itu menekankan kepada pembangunan diri pribadi muslim. Ya akhirnya saya juga menggunakan ayat-ayat tentang pembangunan umat serta sejarah perjuangan para rasul dan sahabat, yang intinya tidak hanya berkutat dengan persoalan individu. Justru Islam diturunkan untuk umat. Dan oleh karenanya kita perlu kajian-kajian yang berorientasi pada pemecahan masalah umat.
Meski demikian pun, mereka masih bertahan bahwa yang paling penting adalah perbaikan diri kita sebagai muslim. Kita jangan menjadi orang munafik. Diri belum benar, tapi sudah bingung dengan masalah orang lain. Begitu kata mereka. Jelas, saya merasa tersinggung. Saya jadi mikir, secara implisit, pernyataan itu sama dengan menganggap kita yang mengajak untuk peduli terhadap kondisi umat ini adalah orang munafik.
Tapi, untunglah pemikiran itu tidak terlontar keluar. Semata-mata menjaga etis saja. Ya akhirnya saya tanyakan: Kalau kita baiki diri terlebih dahulu, sampai kemudian kita mati juga masih dalam proses memperbaiki diri, bagaimana dengan masalah-masalah umat? Siapa yang memikirkan? Mereka (si Instruktur dan Moderator) dengan kompak menjawab: Itu bukan urusan kita!
YA ALLAH…… Mendidih rasanya hati ini.
Ya saya sampaikan: Kalau demikian apa justru bukan membuat umat Islam menjadi orang-orang yang individual dan tidak peduli terhadap keadaan umat Islam yang lain? Padahal Islam jatuh dan diinjak2, masyarakat menegakkan nilai-nilai jahiliyah, dsb.
Lantas mereka terdiam.
Yang saya menjadi lebih geregetan lagi dalam diskusi itu adalah, ketika saya menyampaikan argumen-argumen saya, si Instruktur selalu tidak konsen dengan statement saya tapi justru sibuk membuka-buka lembar buku RKPJ-nya dia, mencari ayat-ayat yang bisa mendukung pendapatnya dia.
Sampai akhirnya ketika mereka terdiam semacam itu tadi, saya sampaikan kepada mereka bahwa kita butuh kajian Islam yang mampu menunjukkan kebesaran Islam, dan membangun keimanan umatnya atas dasar pengetahuan ilmiah. Sehingga akan memunculkan keimanan yang teguh dan semangat serta kecintaan yang tinggi terhadap pemeluknya.
Saya sampaikan bahwa saya adalah pelajar Islamic Studies yang berusaha mencari kajian Islam yang semacam itu. Dan dalam pengamatan saya, ternyata selama ini belum ada. Maka saya menawarkan untuk kita mengadakan kajian itu.
Secara resmi, mereka tidak bisa menjawab.
Akhirnya, dengan segenap hak prerogatifnya, dengan serta merta dan begitu saja, si moderator menutup Sesi I dan berlanjut ke Sesi II yaitu Kajian Fiqh, yakni MEMBACAKAN 10 WASIAT IMAM SYAFII SEBELUM BELIAU WAFAT.
OH MY GOD!!!!!!!!!
Sudah, ilfil-lah hati ini………
Dua orang yang saya duga sebagai obyek itu, yang semula saya amati semangat mengikuti diskusi tadi, akhirnya jadi mengikut pula Sesi II dan seterusnya itu. Saya pun terpaksa mengikutinya lagi. Sampai akhirnya di Sesi terakhir, agaknya mereka membahas tentang keadaan salah seorang teman mereka, dan sepertinya kehadiran saya tidak diharapkan. Ini saya tangkap karena si Moderator, yang bertanggung jawab memimpin sesi ini, menyampaikan secara lirih-lirih dan dengan ekspresi wajah dan mata yang ‘gimana gitu’………
Tentu saja saya cukup tau diri untuk akhirnya tidak meneruskan ikut forum itu, dan saya undur diri untuk ambil wudhu mau sholat Ashar. Saya rencanakan, setelah sholat Ashar berjamaah itu, saya akan mengajak berkenalan anak yang 2 orang tadi.
Ternyata, setelah sholat Ashar, 2 orang itu masing-masing digandeng-rentengi oleh kakak-kakaknya itu tadi. Usut punya usut, si Instruktur adalah Mahasiswa Islamic Studies dari INTERNATIONAL ISLAMIC UNIVERSITI MALAYSIA (IIUM), yang dikenal sebagai pusatnya Tradisionalisme Islam di Malaysia.
Ya Allah…… Lagi-lagi saya belum beruntung……
Demikianlah usaha selama beberapa hari terakhir untuk dakwah di kalangan mahasiswa di Kuala Lumpur. Evaluasi terus dilakukan dan pertarungan terus dikobarkan. Mungkin lain hari akan mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.
Amin……
June 25, 2009 at 11:38 am
wah…angele mas??!!
mending tidur aja d kos-kosan..
atau keliling kota gitu kan lumayan..
hehehehe . . . . .
trus gmana dong??
Semangat mas!!!
jangan pernah menyerah melawan dan menghancurkan paradigma tradisional disana!!!
apa pencarian obyeknya tetap di Universiti Malaya (UM) aja ta mas??
gak pindah tempat ta??
jangan2 udah full orang2 tradisional?? hohoho..
(guyon-guyon mas..)
June 25, 2009 at 3:45 pm
Cari anak yang pinter dan cara berpikirnya terbuka ndre, sekalipun mereka selama ini menganut paham tradisi
June 25, 2009 at 6:33 pm
tetep aja, permasalahan yang banyak timbul adalah tradisionalisme … gak di indo, gak di malay, kayaknya masalah itu masih menjadi tembok penghalang yang siap untuk menghadang laju perubahan… wah, semangat mas…
June 26, 2009 at 8:42 pm
tapi kayake jauh lebih susah ya to?
ditambah masalah etnis itu,,
semangat terus!!
God bless u,,
June 27, 2009 at 5:46 pm
Hidup ya begitu….proses mencari…memilih dan mengambil pilihan….pantang mundur untuk berhenti…terus mencari yang prospek…biasanya mahasiswa yang dikenal berpikiran bebas ada di kampus umum, seperti UM…kenapa gk dilanjutkan untuk ngubek-ngubek UM lagi…toh pengalaman pertama yg kurang beruntung…tidak selalu mengintai kita kan?
June 28, 2009 at 12:53 am
utk postingan da’wah sm pelajar udh dibuat ta ms? tak cari’ kok g ada.. Pgn tau gm pljr dsna (yg HDInya tinggi).. :p
June 28, 2009 at 1:02 am
Deskripsimu di atas benar2 nyata membuat qt jd…ke’gatal’an mlihat tradisionalisme yg jg bgtu mengakarx dsana…
Tapi apa ga’ tlalu ‘riskan’ u/ diupload dgn deskripsi yg bgtu detailx?…
We just pray 2 u: Hopefully Allah gives ease to His slaves whos fight at His way!!!
June 28, 2009 at 1:34 pm
semangat bro… untuk awal2 biasalah, masih proses pencarian “pelanggan”.keep movin’
June 30, 2009 at 5:25 pm
to: m45h3r
Deskripsi di atas lebih menekankan pada detil proses. Sedangkan tentang individu terlibat dan aspek2 lain insya Allah ndak masalah. Insya Allah…. hehehe…..
to: dian
Deskripsi tentang pelajar diupload nanti aja kalo udah ‘menantang’, hehehe… selama ini tantangan di pelajar lebih banyak di tantangan teknis dan etnis. So, just wait for the next posts, OK?
🙂
December 10, 2009 at 2:58 pm
dah pernah nyoba ke wilayah terengganu mas? kebetulan saya baru pindah ke kuala terengganu, katanya sih basis islam malaysia. tp gak tau juga. kebetulan suami ngambil studi di UMT (universiti malaysia terengganu).cuma pas idul adha kemaren agak kaget aja karena beda dgn di indonesia, karena surau2 kecil jg mengadakan sholat id jdnya mungkin tersebar wilayah sholatnya jd kurang rame. dan yg kurban sedikit ya. beda pemahaman.